Penjamah Puncak Para Dewa, MAHAMERU
Kamis,
31 Juli 2014, 22.00. Malam sangat cerah disinari
bintang-bintang, ditemani dengan tas yang dipenuhi logistik dan diantar oleh
Patas Mayasari menuju kawasan Pasar
Senen-Jakarta Pusat. Tepatnya pukul 00.00, kami tiga orang bersahabat yang akrab
dipanggil Epul,
Ucil dan Oding sampai di Stasiun Senen
dengan selamat. Menunggu keberangkatan kereta yang akan kami tumpangi dari
Stasiun Senen menuju Stasiun Solo Jebres 31 Juli 2014, 05.45 WIB, kami
menyempatkan diri beristirahat di pelataran stasiun.
Tidak
hanya kami bertiga tapi banyak orang yang ingin mudik ikut menginap di stasiun.
Seorang pemudik berkata kepada kami, “Gak apa-apa tidur di stasiun, daripada
ditinggal kereta”, ungkapnya. Waktu terus berjalan, 04.45 satu orang teman kami
datang menghampiri, ya... perempuan yang suka tersenyum dan sering disapa Fitri
bergabung dalam perjalanan kami.
Tiga
orang laki-laki dan satu orang perempuan bertemu di Stasiun Senen. Gunung
Semeru, Puncak MAHAMERU itulah tujuan yang akan kami jamah. 05.45 kami bergegas
menyiapkan tiket dan KTP untuk pengecekan.
Suasana
lebaran masih menyelimuti. Antrian panjang kami lalui. Sampai 06.30 barulah
kereta, “Mantab
Lebaran” yang kami tumpangin datang. Telat, tidak sesuai jadwal keberangkatan.
Kereta mulai berangkat pukul 07.00 dari Stasiun Senen menuju Stasiun Solo
Jebres.
Maha
Besar Tuhan dengan segala ciptaan-Nya, pemandangan di luar kereta sangat indah.
Selama perjalanan, kami sering berjumpa dengan para pendaki lainnya. Tegur sapa
terucap, walau tidak saling kenal tetapi terlihat akrab. Perjalanan yang kami
tempuh sangatlah jauh, terkadang sesuatu yang diharapkan untuk tepat waktu
meleset dari perkiraan. Kereta yang kami tumpangi, di tiket tertulis 14.29,
kenyataanya sampai di Stasiun Solo Jebres pukul 15.30. Hanya bisa mengelus
dada.
Kamis
31 Juli 2014, 15.30 “Solo Jebres, Solo Jebres...” laki-laki berkulit sawo
matang dengan rambut sedikit berdiri membaca plang yang ada di stasiun dengan
keras. Sampailah kami di Solo. Istirahat sejenak, menghilangkan penat, dan
menikmati suasana Solo sore hari yang kami rasakan. Ramai, bersih dan indah.
Warganya yang ramah cukup membuat terhibur, tapi kami harus melanjutkan
perjalanan menuju Stasiun Malang. Jam tangan menunjukkan 22.10, waktunya
kembali ke Stasiun Solo Jebres, “Matarmaja” kereta yang kami tumpangi datang telat
dua puluh menit dari jam yang tertera di tiket.
Memasuki
gerbong, bangku-bangku sudah dipenuhi oleh penumpang. Ketika menelusuri
bangku-bangku ternyata dua orang teman kami tidak bisa duduk karena satu
keluarga dengan dua tiket mengisi bangku yang sudah kami beli tiketnya.
Terpaksa mereka berdiri mencari tempat duduk yang kosong. Tidak lama, 23.00
kereta berangkat meninggalkan Stasiun Solo Jebres.
Saat berganti kerete- St. Solo Jebres |
Malam berlalu, hari pun berganti
terdengar sesekali ayam berkokok membangunkan matahari. Memang tidak sesuai
harapan, kereta sekali lagi tidak tepat waktu. Kami sampai di Malang, Jumat 1
Agustus 2014, 06.30 sangat beda yang tertera di tiket, “Malang, Jumat 1 Agustus
2014, 05.10”.
Ucapan
syukur terucap dari perempuan fanatik kuning, “Alhamdulilaaaahhh.... sampai
juga di Malang. Sejuk banget udaranya” ucapnya dengan gembira.
Malang,
kami mulai petualangan yang sesungguhnya. Ketika sampai di Tumpang 08.00, kami
bergegas membersihkan diri dan mempersiapkan untuk pendakian. Pukul 10.00 kami
menuju tempat pendaftaran. Mendaftarkan diri dengan biaya perorangnya 75.000, (
tiga hari biasa ditambah satu hari libur), pukul 12.30 barulah melanjutkan
perjalanan dengan Jeep Rp. 550.00 per- jeep, dibagi lima belas orang untuk
menuju Ranu Pani. Sampailah kami di Ranupani 13.30. Istirahat, makan, dan
mempersiapkan kembali logistik yang akan dibawa ketika pendakian sesungguhnya.
Persiapan
sudah selesai, 14.30 mulai pendakian dengan diiringi doa berjalan menuju tujuan
kami. Tertawa kecil dan berkata, “5 cm di depan mata Puncak Mahameru,
pulang-pergi sehat kondisi dan selamat sampai tujuan”, kata yang diucapkan
laki-laki bertubuh langsing sebelum meninggalkan Ranupani, 2100m DPL.
Gerbang Memasuki Gn. Semeru |
Kaki
memijak tanah yang sedikit basah oleh embun. Memasuki gerbang bertuliskan,
“Selamat Datang Para Pendaki Gunung Semeru” melewati perkebunan warga menuju
Ranu Kumbolo. Tidak henti-hentinya menyapa orang yang berpapasan dengan kami.
Embun mulai turun setia menemani perjalanan, tidak terasa gelap mulai menyapa.
Perjalanan terus dilanjutkan walau sesekali berhenti untuk beristirahat,
jalanan landai menjadi bonus bagi kami para pendaki.
Jam
menujukkan 21.30
sampailah kami di Ranu Kumbolo. Danau yang terletak dibawah kaki gunung Semeru
seluas delapan hektar ini terbentang indah memanjakan mata bagi para pendaki.
Pemandangan di sana tidak hanya itu di sekitar danau ada tanjakan yang biasa
disebut, “Tanjakkan Cinta”. Lurus dan tinggi. Kami bermalam di Ranu Kumbolo,
2400m DPL.
Pukul
08.30 bergegas membereskan tenda dan logistik, perjalanan dilanjutkan.
Menapakkan kaki di tanjakan cinta menunju Kali Mati, dengan mitos kalau sampai
puncak tanpa berhenti dan tidak melihat ke belakang akan terwujud yang
diinginkan, tapi kami gagal semua. Setelah terlewati, kami melewati Padang
Safana Oro-Orombo di kelilingi Bunga Lavender. Indah memang sangat indah
pemandangan Oro-Orombo, sayangnya Bunga yang berwarna ungu itu belum
berkembang. Melewati Jambangan,
dan 16.30 kami sampai di Kali Mati
Bermalam Di Kali Mati dan Summit Attack
Bermalam Di Kali Mati dan Summit Attack
Jam
tangan menunjukkan 17.00, sampailah
kami di Kali Mati,
dan langsung membagi
dua team, pria dengan logat
sedikit cadel, dan laki-laki yang memiliki akun twitter @TheHRS mendirikan tenda. Sedangkan laki-laki yang memiliki akun @BahriSL,
dan perempuan satu-satunya di kelompok pendakian “Puncak Mahameru” bertugas mengambil air ke Sumbermani. Sumbermani letaknya lumayan jauh, melewati jalur yang terjal dan sedikit seram. Tenda
terpasang, kami berempat bergegas masuk tenda, karena kabut tipis mulai turun pelan-pelan. Hawa dingin mulai terasa hingga menusuk tulang.
Perut
kami pun mulai berdemo, nesting dan makan-makan di keluarkan dalam Carrie, kami
mulai menyantap persedian yang dibawa dari Jakarta. Pukul 20.00 kami harus tidur untuk mempersiapkan fisik menuju summit
attack tengah malam. Tepat 00.00 kami terbangun dan bergegas menyiapkan
perlengkapan untuk memulai “Real pendakian”.
Oding,
nama yang akrab disapa oleh temen-temannya itu memutuskan tidak ikut summit
attack, sontak pernyataannya membuat kami kaget. Sedikit menahan sakit,
Laki-laki bernama asli, Aljailani berkata, “Tubuh gue gak fit dan sedikit hamstring
di kaki kiri”.
Ungkapnya,
sebelum kami berangkat.
Akhirnya, hanya kami bertigalah yang melakukan summit
attack, sedikit briefing dan doa
sebelum perjalanan. “Kalau enggak kuat bilang jangan gengsi karena yang ngerasain badan
kita itu kita sendiri, atur nafas dan jalan perlahan saja alon-alon asal kelakon” kata-kata yang diucapkan dari ketua perjalanan.
Kami pun melakukan perjalanan menuju puncak (summit
attack)
tepat 00.30. Saat perjalanan kami
lebih memilih jalur baru yang dibuka oleh kesatuan WANADRI. Jalur itu tidak
melewati Arcopodo.
Perlahan menapaki jalan ditemani angin yang menderu dan
kelap-kelip bintang di
langit. Trek yang kami lalui lumayan terjal kemiringan hampir
60° - 80°.
“Bang punya permen gak.? Boleh minta gak.?”, Salah satu personil kami yang berkerudung coba
meminta ke pendaki lain, karena mulutnya mulai kering. Pendaki itu dengan
ramahnya langsung memberikan
permen
bahkan ditambah dengan cokelat. Pendaki
gunung memang memiliki solidaritas yang tinggi, sejenak kami istirahat, dan minum air bersama. Tepatnya 02.30 kami sampai di Cemoro Tunggal, terlihat kerlap-kerlip seperti Kica-kica dan ternyata itu lampu senter menempel di kepala
para pendaki yang berjejer.
Perjalanan dilanjutkan melewati lereng berpasir, udara pun semakin dingin karena tidak ada
lagi pepohonan yang
menghalangi. Masker kami pakai untuk menghindari debu pasir.
Perlahan menapaki pasir yang dingin. Kami terkadang terperosot melewati lereng, tiga langkah ke
atas satu langkah ke
bawah,
batu pun ikut berjatuhan.
Bukan hanya fisik tapi mental pun ikut
diuji. Sejenak kami berhenti
dan duduk di atas bebatuan lereng sambil memandang kota Malang yang terlihat jelas dengan lampu-lampu yang berwarna-warni.
“Subhanallah, Allahu Akbar... Indah banget” kata itu kembali keluar dari satu-satunya perempuan di team kami.
“Negeri ini indah Tuhan bantu kami menjaganya” dijawab
dua laki-laki yang bernama lengkap Herdiansyah, dan Saepul Bahri.
Terdengar sayup sayup dari kejauhan “Come on! come on!” ternyata rombongan turis, membawa Carrie di pundak, dan tongkat sebagai penambahnya ditemani guide. Mereka berlima mendaki puncak Semeru.
Semua
yang sedang mendaki disekelilingnya diberi petunjuk oleh guide itu
cara berjalan di pasir lereng agar tidak terlalu menguras tenaga.
Pria
seporoh baya berkata, “Jalan
yang dilakukan harus berzig-zag agar tidak terperosot”, guide itu coba menjelaskan.
Memang terasa terbantu sekali dengan teknik zig-zag. Tepat 05.00 kami
masih berada di lereng, matahari mulai menampakan diri dengan warna kemerahan
ditemani sekumpulan awan-awan menggumpal, seperti samudera di
atas langit. Itulah yang
sering di sebut “Sun Rise” tubuh kami
pun sudah sangat lelah dan goyah seakan tidak sampai-sampai ke puncak, seperti terlihat dekat tapi sangat
jauh bagaikan fatamorgana.
Indahnya sun
rise membuat kami banyak mengambil gambar dengan kamera
seadaanya. Terlihat
beberapa pendaki berdiri dan melambaikan tangan “Ayo semangat sedikit lagi sampai!” sambil berteriak.
Hati kami pun terpacu dan
kembali bersemangat.
Saat
nafas terengah-engah dan kaki yang gontai akhirnya 07.30 kami sampai di puncak MAHAMERU, kami
berpelukan erat dan berteriak “Mahameru kami dataaaaaaang,
Tuhan betapa indahnya ciptaan-Mu”.
Sedikit air menetes dari mata
teman
kami yang bermata sipit.
Haru dan bahagia bercampur
jadi satu, tak lupa sujud syukur kami sembahkan pada-Nya.
“Kami cinta Indonesia beserta gugusan ribuan pulaunya, hari ini 3 agustus 2014 saya bangga bisa membawa
teman-teman saya berdiri di atas tanah tapi dekat sekali dengan langit MAHAMERU
3676mdpl” kata yang keluar dari mulut laki-laki yang sudah
dua kali menapaki Puncak Mahameru. Tiga orang dari luar kota sampai di puncak
Para Dewa, kami berbaur
dengan pendaki lain, saling berkenalan dan foto bersama. Ramainya pendaki untuk berfoto di tugu trangiulasi, hingga kami harus menganteri dan berkali kali terdengar letupan jonggring saloka berdentum mengeluarkan
gumpalan awan.
Jam
di tangan menunjukkan 09.30
bergegas kami
turun. Peraturan menyebutkan, “Aktifitas
di Mahameru hanya sampai
10.00,
karena untuk
menghindari asap beracun yang keluar dari kawah”. Kami kembali melewati jalan berpasir,
matahari
cukup terik, angin berhembus agak kencang dan debu-debu pasir beterbangan menempel keseluruh tubuh kami. Kotor, kusam,
letih, lesu dan tidak berbentuk itulah orang yang turun dari Puncak Para Dewa.
Sampai
kembali di Cemoro
Tunggal, kami kembali
break karena mual dan pusing sudah mulai terasa, biasa disebut para
pendaki dengan AMS (Acut Mountain Sicknes) atau penyakit
ketinggian.
Setelah hampir setengah jam break kami melanjutkan perjalanan, di sepanjang jalan saat kami turun terlihat bunga-bunga Edelweis yang bermekaran. Sangat Indah. Tepat 13.00 kami
sampai di Kali Mati dan menghampiri tenda, sejenak membersihkan debu-debu yang menempel dan merebahkan tubuh yang terasa
lelah.
Suara
yang sedikit serak, “Wah!, Oding kreatif yah” ungkap lelaki yang berambut
sedikit keriting, dan terlihat sangat letih. Melihat makanan sudah tersedia, dan tinggal disantap. Nikmat, walau
beras yang dimasak belum berbentuk nasi seutuhnya.
Setelah
makan dan istirahat kami tidur sejenak untuk merefresh tubuh yang lelah,
Pukul 15.00 kami bangun dan bergegas merapihkan tenda
dan packing perlengkapan untuk
kembali turun. Kami pun melanjutkan perjalanan melewati Padang Sabana dan hutan cemara. 16.00 sampailah kami di Jambangan sejenak break
dan kembali melihat ke belakang, terlihat jelas puncak Mahameru yang berdiri kokoh, lalu kami lanjutkan
perjalanan dan memasuki hutan cemara.
Pukul 17.00 kami sampai di Cemoro Kandang, break sejenak dan membeli semangka yang
di jual oleh penduduk suku tengger. Hampir setengah jam break kami melanjutkan perjalanan, keril yang kami gendong terasa
sangat berat efek dari tubuh yang sangat lelah. Matahari mulai redup,
gelap
pun menyapa. 18.30 sampailah
kami di Tanjakan
Cinta,
menuruni tanjakan dengan
cepat, dan akhirnya, Danau
Ranukumbolo surganya Gunung Semeru sudah kami pijak.
Kembali bermalam di
Ranukumbolo
Udara
dingin kabut tebal menyelimuti malem itu. Tenda terpasang kami langsung masuk untuk melindungi
tubuh dari dinginnya udara Ranukumbolo, menyiapkan untuk makan malam karena perut
sudah mulai bernyanyi. Mie instan menjadi makanan pokok selama pendakian. Kabut perlahan menghilang kami keluar sejenak dan duduk di
samping api unggun, di bawah langit berbintang Danau Ranukumbolo. Sedikit tersenyum, “Indah sekali seperti berada di dalam planetarium” ucap perempuan
yang memiliki akun twitter @fitrisemutkecil.
Jam
tangan menunjukkan 06.00 kami
terbangun,
terlihat uap air danau yang mengepul dan tersentuh oleh pantulan sinar matahari, segelas kopi hangat menemani kami di
pagi hari. Kami kembali memasak untuk menyiapkan sarapan pagi, setelah selesai sarapan itu
bergegas merapihkan
perlengkapan dan packing untuk
kembali ke Ranupani. 11.00, briefing dan doa kami lakukan,
sebelum turun pendakian.
Mulailah berjalan perlahan meninggalkan surganya gunung semeru danau yang
eksotis.
Banyak suku tengger yang
berjualan di pos, kami pun menghampiri dan membeli buah apel yang satunya seharga Rp.
15.000. “ ini yang jualan
buah bisa naik haji” kata laki-laki yang memiliki akun path
“Bahri Saepul” sambil tertawa.
4
Agustus 2014, 14.00
akhirnya sampai di Ranupani, tanpa basa basi kami pun langsung masuk ke warung dan
memesan makanan, duduk dan mereguk nikmat teh manis hangat.
Selesai makan dan bersih-bersih kami menghampiri kios yang menjual souvenir, mulai dari stiker,gelang,gantungan kunci dan kaos
kami beli untuk oleh-oleh. Ada empat orang pendaki menghampiri, “Bang mau gabung naik jeep ga?, biar ongkosnya agak ringan”
kami pun bersedia dan mereka
menunggu di area jeep
Ranupani.
Selesai membeli oleh-oleh, 16.00 kami menuju jeep area dan bertemu dengan ke
empat pendaki tadi, dan ternyata ada pendaki lain yang ikut gabung sehingga
menjadi 15 orang.
kami berempat bersenda gurau
di atas jeep dan saling berkenalan dengan pendaki lain, mereka berasal dari
pekalongan dan baru pertama kali mendaki Mahameru.
Sepanjang jalan terlihat pemandangan yang sangat indah
bukit-bukit yang rimbun kebun sayuran yang terlihat segar,
beberapa kali jeep berhenti menunggu jeep lain dari arah berbeda karena jalan
yang sedikit sempit. Tepat pukul 21.00 sampailah di basecamp Perhutani pasar Tumpang. Kami bergegas membersihkan badan karena
hampir 4 hari tidak mandi, sekalian menginap di basecamp menunggu esok
pagi. Pukul 06.00
kami mandi dan sarapan , tak sadar sudah satu minggu kami melakukan perjalanan
di Malang.
Saat
Meninggalkan Kota Malang
Malang,
5 Agustus 2013, 09.00
kami naik angkot menuju
terminal Malang. Lanjutkan naik patas menuju terminal Surabaya, dari
terminal Surabaya naik bus menuju satasiun Pasar Turi karena tiket yang kami dapat ke
Jakarta dimulai
dari Stasiun Pasar Turi. Sampailah kami tepat 14.00 langsung memasuki ruang tunggu peron 1.
Pukul 15.00 pengecekan
tiket dilakukan kami masuk stasiun dan mencari gerbong yang
akan di tempati.
Ketika
masuk gerbong, kami dan beberapa penumpang sedikit kesal karena tempat penyimpanan tas
sudah terisi penuh
oleh koper-koper
para tentara. Sungguh tidak adil dan merugikan sehingga tas kami pun terpaksa
di simpan di bawah tempat
duduk. Kereta mulai berangkat 16.00 dan akhirnya dengan kereta Gumarang kami kembali menuju kota impian.
Jakarta,
6 Agustus 2013, 02.00
kereta tiba di stasiun Jatinegara satu personil kami seorang
perempuan bertumbuh langsing turun
di St. Jatinegara, karena tempat tinggalnya berbeda dengan kami bertiga.
Kami bersalaman dan berkata, “Sukses yah pendakiannya sambil tertawa lebar”. Kereta kembali
melaju tepat 03.00 sampai di stasiun Pasar Senen, kami turun,
dan beristirahat di
pelataran sambil menunggu pagi untuk pulang ke rumah. Pukul
07.00 kami bertiga naik patas menuju bogor, dan akhirnya pukul 10.00 kami semua
tiba di rumah masing masing.