Senin, 02 Maret 2015

Puncaknya Para Dewa Agustus 2014




Penjamah Puncak Para Dewa, MAHAMERU

Kamis, 31 Juli 2014,  22.00. Malam sangat cerah disinari bintang-bintang, ditemani dengan tas yang dipenuhi logistik dan diantar oleh Patas Mayasari  menuju kawasan Pasar Senen-Jakarta Pusat. Tepatnya pukul 00.00, kami tiga orang bersahabat yang akrab dipanggil Epul, Ucil dan Oding sampai di  Stasiun Senen dengan selamat. Menunggu keberangkatan kereta yang akan kami tumpangi dari Stasiun Senen menuju Stasiun Solo Jebres 31 Juli 2014, 05.45 WIB, kami menyempatkan diri beristirahat di pelataran stasiun.
Tidak hanya kami bertiga tapi banyak orang yang ingin mudik ikut menginap di stasiun. Seorang pemudik berkata kepada kami, “Gak apa-apa tidur di stasiun, daripada ditinggal kereta”, ungkapnya. Waktu terus berjalan, 04.45 satu orang teman kami datang menghampiri, ya... perempuan yang suka tersenyum dan sering disapa Fitri bergabung dalam perjalanan kami.
Tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan bertemu di Stasiun Senen. Gunung Semeru, Puncak MAHAMERU itulah tujuan yang akan kami jamah. 05.45 kami bergegas menyiapkan tiket dan KTP untuk pengecekan.
Suasana lebaran masih menyelimuti. Antrian panjang kami lalui. Sampai 06.30 barulah kereta, “Mantab Lebaran” yang kami tumpangin datang. Telat, tidak sesuai jadwal keberangkatan. Kereta mulai berangkat pukul 07.00 dari Stasiun Senen menuju Stasiun Solo Jebres.
Maha Besar Tuhan dengan segala ciptaan-Nya, pemandangan di luar kereta sangat indah. Selama perjalanan, kami sering berjumpa dengan para pendaki lainnya. Tegur sapa terucap, walau tidak saling kenal tetapi terlihat akrab. Perjalanan yang kami tempuh sangatlah jauh, terkadang sesuatu yang diharapkan untuk tepat waktu meleset dari perkiraan. Kereta yang kami tumpangi, di tiket tertulis 14.29, kenyataanya sampai di Stasiun Solo Jebres pukul 15.30. Hanya bisa mengelus dada.
Kamis 31 Juli 2014, 15.30 “Solo Jebres, Solo Jebres...” laki-laki berkulit sawo matang dengan rambut sedikit berdiri membaca plang yang ada di stasiun dengan keras. Sampailah kami di Solo. Istirahat sejenak, menghilangkan penat, dan menikmati suasana Solo sore hari yang kami rasakan. Ramai, bersih dan indah. Warganya yang ramah cukup membuat terhibur, tapi kami harus melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Malang. Jam tangan menunjukkan 22.10, waktunya kembali ke Stasiun Solo Jebres, “Matarmaja” kereta yang kami tumpangi datang telat dua puluh menit dari jam yang tertera di tiket.
Memasuki gerbong, bangku-bangku sudah dipenuhi oleh penumpang. Ketika menelusuri bangku-bangku ternyata dua orang teman kami tidak bisa duduk karena satu keluarga dengan dua tiket mengisi bangku yang sudah kami beli tiketnya. Terpaksa mereka berdiri mencari tempat duduk yang kosong. Tidak lama, 23.00 kereta berangkat meninggalkan Stasiun Solo Jebres.

Saat berganti kerete- St. Solo Jebres
Malam berlalu, hari pun berganti terdengar sesekali ayam berkokok membangunkan matahari. Memang tidak sesuai harapan, kereta sekali lagi tidak tepat waktu. Kami sampai di Malang, Jumat 1 Agustus 2014, 06.30 sangat beda yang tertera di tiket, “Malang, Jumat 1 Agustus 2014, 05.10”.
Ucapan syukur terucap dari perempuan fanatik kuning, “Alhamdulilaaaahhh.... sampai juga di Malang. Sejuk banget udaranya” ucapnya dengan gembira.
Malang, kami mulai petualangan yang sesungguhnya. Ketika sampai di Tumpang 08.00, kami bergegas membersihkan diri dan mempersiapkan untuk pendakian. Pukul 10.00 kami menuju tempat pendaftaran. Mendaftarkan diri dengan biaya perorangnya 75.000, ( tiga hari biasa ditambah satu hari libur), pukul 12.30 barulah melanjutkan perjalanan dengan Jeep Rp. 550.00 per- jeep, dibagi lima belas orang untuk menuju Ranu Pani. Sampailah kami di Ranupani 13.30. Istirahat, makan, dan mempersiapkan kembali logistik yang akan dibawa ketika pendakian sesungguhnya.
Persiapan sudah selesai, 14.30 mulai pendakian dengan diiringi doa berjalan menuju tujuan kami. Tertawa kecil dan berkata, “5 cm di depan mata Puncak Mahameru, pulang-pergi sehat kondisi dan selamat sampai tujuan”, kata yang diucapkan laki-laki bertubuh langsing sebelum meninggalkan Ranupani, 2100m DPL. 


Gerbang Memasuki Gn. Semeru
Kaki memijak tanah yang sedikit basah oleh embun. Memasuki gerbang bertuliskan, “Selamat Datang Para Pendaki Gunung Semeru” melewati perkebunan warga menuju Ranu Kumbolo. Tidak henti-hentinya menyapa orang yang berpapasan dengan kami. Embun mulai turun setia menemani perjalanan, tidak terasa gelap mulai menyapa. Perjalanan terus dilanjutkan walau sesekali berhenti untuk beristirahat, jalanan landai menjadi bonus bagi kami para pendaki.
Jam menujukkan 21.30 sampailah kami di Ranu Kumbolo. Danau yang terletak dibawah kaki gunung Semeru seluas delapan hektar ini terbentang indah memanjakan mata bagi para pendaki. Pemandangan di sana tidak hanya itu di sekitar danau ada tanjakan yang biasa disebut, “Tanjakkan Cinta”. Lurus dan tinggi. Kami bermalam di Ranu Kumbolo, 2400m DPL.
Pukul 08.30 bergegas membereskan tenda dan logistik, perjalanan dilanjutkan. Menapakkan kaki di tanjakan cinta menunju Kali Mati, dengan mitos kalau sampai puncak tanpa berhenti dan tidak melihat ke belakang akan terwujud yang diinginkan, tapi kami gagal semua. Setelah terlewati, kami melewati Padang Safana Oro-Orombo di kelilingi Bunga Lavender. Indah memang sangat indah pemandangan Oro-Orombo, sayangnya Bunga yang berwarna ungu itu belum berkembang. Melewati Jambangan, dan 16.30 kami sampai di Kali Mati 

Bermalam Di Kali Mati dan Summit Attack
Jam tangan menunjukkan 17.00, sampailah kami di Kali Mati, dan langsung membagi dua team, pria dengan logat sedikit cadel, dan laki-laki yang memiliki akun twitter @TheHRS mendirikan tenda. Sedangkan laki-laki yang memiliki akun @BahriSL, dan perempuan satu-satunya di kelompok pendakian “Puncak Mahameru” bertugas mengambil air ke Sumbermani. Sumbermani letaknya lumayan jauh, melewati jalur yang terjal dan sedikit seram. Tenda terpasang, kami berempat bergegas masuk tenda, karena kabut tipis mulai turun pelan-pelan. Hawa dingin mulai terasa hingga menusuk tulang.
 Perut kami pun mulai berdemo, nesting dan makan-makan di keluarkan dalam Carrie, kami mulai menyantap persedian yang dibawa dari Jakarta. Pukul 20.00 kami harus tidur untuk mempersiapkan fisik menuju summit attack tengah malam. Tepat 00.00 kami terbangun dan bergegas menyiapkan perlengkapan untuk memulai “Real pendakian.
Oding, nama yang akrab disapa oleh temen-temannya itu memutuskan tidak ikut summit attack, sontak pernyataannya membuat kami kaget. Sedikit menahan sakit, Laki-laki bernama asli, Aljailani berkata, “Tubuh gue gak fit dan sedikit hamstring di kaki kiri. Ungkapnya, sebelum kami berangkat.
Akhirnya, hanya kami bertigalah yang melakukan summit attack, sedikit briefing dan doa sebelum perjalanan.  Kalau enggak kuat bilang jangan gengsi karena yang ngerasain badan kita itu kita sendiri, atur nafas dan jalan perlahan saja alon-alon asal kelakon” kata-kata yang diucapkan dari ketua perjalanan.
Kami pun melakukan perjalanan menuju puncak (summit attack) tepat 00.30. Saat perjalanan kami lebih memilih jalur baru yang dibuka oleh kesatuan WANADRI. Jalur itu tidak melewati Arcopodo. Perlahan menapaki jalan ditemani angin yang menderu dan kelap-kelip bintang di langit. Trek yang kami lalui lumayan terjal kemiringan hampir 60° - 80°.
Bang punya permen gak.? Boleh minta gak.?”, Salah satu personil kami yang berkerudung coba meminta ke pendaki lain, karena mulutnya mulai kering. Pendaki itu dengan ramahnya langsung memberikan permen bahkan ditambah dengan cokelat. Pendaki gunung memang memiliki solidaritas yang tinggi, sejenak kami istirahat, dan minum air bersama. Tepatnya 02.30 kami sampai di Cemoro Tunggal, terlihat kerlap-kerlip seperti Kica-kica dan ternyata itu lampu senter menempel di kepala para pendaki yang berjejer.
Perjalanan dilanjutkan melewati lereng berpasir, udara pun semakin dingin karena tidak ada lagi pepohonan yang menghalangi. Masker kami pakai untuk menghindari debu pasir. Perlahan menapaki pasir yang dingin. Kami terkadang terperosot melewati lereng, tiga langkah ke atas satu langkah ke bawah, batu pun ikut berjatuhan. Bukan hanya fisik tapi mental pun ikut diuji. Sejenak kami berhenti dan duduk di atas bebatuan lereng sambil memandang kota Malang yang terlihat jelas dengan lampu-lampu yang berwarna-warni.

“Subhanallah, Allahu Akbar... Indah banget” kata itu kembali keluar dari satu-satunya perempuan di team kami.
“Negeri ini indah Tuhan bantu kami menjaganya” dijawab dua laki-laki yang bernama lengkap Herdiansyah, dan Saepul Bahri.
Terdengar sayup sayup dari kejauhan “Come on! come on!” ternyata rombongan turis, membawa Carrie di pundak, dan tongkat sebagai penambahnya ditemani guide. Mereka berlima mendaki puncak SemeruSemua yang sedang mendaki disekelilingnya diberi petunjuk oleh guide itu cara berjalan di pasir lereng agar tidak terlalu menguras tenaga.
Pria seporoh baya berkata, “Jalan yang dilakukan harus berzig-zag agar tidak terperosot”, guide itu coba menjelaskan. Memang terasa terbantu sekali dengan teknik zig-zag. Tepat 05.00 kami masih berada di lereng, matahari mulai menampakan diri dengan warna kemerahan ditemani sekumpulan awan-awan menggumpal, seperti samudera di atas langit. Itulah yang sering di sebut “Sun Rise” tubuh kami pun sudah sangat lelah dan goyah seakan tidak sampai-sampai ke puncak, seperti terlihat dekat tapi sangat jauh bagaikan fatamorgana.
Indahnya sun rise membuat kami banyak mengambil gambar dengan kamera seadaanya. Terlihat beberapa pendaki berdiri dan melambaikan tangan “Ayo semangat sedikit lagi sampai!” sambil berteriak. Hati kami pun terpacu dan kembali bersemangat. Saat nafas terengah-engah dan kaki yang gontai akhirnya 07.30 kami sampai di puncak MAHAMERU, kami berpelukan erat dan berteriak “Mahameru kami dataaaaaaang, Tuhan betapa indahnya ciptaan-Mu. Sedikit air menetes dari mata teman kami yang bermata sipit. Haru dan bahagia bercampur jadi satu, tak lupa sujud syukur kami sembahkan pada-Nya.
“Kami cinta Indonesia beserta gugusan ribuan pulaunya, hari ini 3 agustus 2014 saya bangga bisa membawa teman-teman saya berdiri di atas tanah tapi dekat sekali dengan langit MAHAMERU 3676mdpl” kata yang keluar dari mulut laki-laki yang sudah dua kali menapaki Puncak Mahameru. Tiga orang dari luar kota sampai di puncak Para Dewa, kami berbaur dengan pendaki lain, saling berkenalan dan foto bersama. Ramainya pendaki untuk berfoto di tugu trangiulasi, hingga kami harus menganteri dan berkali kali terdengar letupan jonggring saloka berdentum mengeluarkan gumpalan awan.
Jam di tangan menunjukkan 09.30 bergegas kami turun. Peraturan menyebutkan, “Aktifitas di Mahameru hanya sampai 10.00, karena untuk menghindari asap beracun yang keluar dari kawah”. Kami kembali melewati jalan berpasir,  matahari  cukup terik, angin berhembus agak kencang dan debu-debu pasir beterbangan menempel keseluruh tubuh kami. Kotor, kusam, letih, lesu dan tidak berbentuk itulah orang yang turun dari Puncak Para Dewa.
 Sampai kembali di Cemoro Tunggal, kami kembali break karena mual dan pusing sudah mulai terasa, biasa disebut para pendaki dengan AMS (Acut Mountain Sicknes) atau penyakit ketinggian.
Setelah hampir setengah jam break kami melanjutkan perjalanan, di sepanjang jalan saat kami turun terlihat bunga-bunga Edelweis yang bermekaran. Sangat Indah. Tepat 13.00 kami  sampai di Kali Mati dan menghampiri tenda, sejenak membersihkan debu-debu yang menempel dan merebahkan tubuh yang terasa lelah.
Suara yang sedikit serak, Wah!, Oding kreatif yah” ungkap lelaki yang berambut sedikit keriting, dan terlihat sangat letih. Melihat makanan sudah tersedia, dan tinggal disantap. Nikmat, walau beras yang dimasak belum berbentuk nasi seutuhnya.
Setelah makan dan istirahat kami tidur sejenak untuk merefresh tubuh yang lelah,        
Pukul 15.00 kami bangun dan bergegas merapihkan tenda dan packing perlengkapan untuk kembali turun. Kami pun melanjutkan perjalanan melewati Padang Sabana dan hutan cemara. 16.00 sampailah kami di Jambangan sejenak break dan kembali melihat ke belakang, terlihat jelas puncak Mahameru yang berdiri kokoh, lalu kami lanjutkan perjalanan dan memasuki hutan cemara. 
Pukul 17.00 kami sampai di Cemoro Kandang, break sejenak dan membeli semangka yang di jual oleh penduduk suku tengger. Hampir setengah jam break kami melanjutkan perjalanan, keril yang kami gendong terasa sangat berat efek dari tubuh yang sangat lelah. Matahari mulai redup, gelap pun menyapa. 18.30 sampailah kami di Tanjakan Cinta, menuruni tanjakan dengan cepat, dan akhirnya, Danau Ranukumbolo surganya Gunung Semeru sudah kami pijak.

Kembali bermalam di Ranukumbolo
            Udara dingin kabut tebal menyelimuti malem itu. Tenda terpasang kami langsung masuk untuk melindungi tubuh dari dinginnya udara Ranukumbolo, menyiapkan untuk makan malam karena perut sudah mulai bernyanyi. Mie instan menjadi makanan pokok selama pendakian. Kabut perlahan menghilang kami keluar sejenak dan duduk di samping api unggun, di bawah langit berbintang Danau Ranukumbolo. Sedikit tersenyum, Indah sekali seperti berada di dalam planetarium” ucap perempuan yang memiliki akun twitter @fitrisemutkecil.
            Jam tangan menunjukkan 06.00 kami terbangun, terlihat uap air danau yang mengepul dan tersentuh oleh pantulan sinar matahari, segelas kopi hangat menemani kami di pagi hari.  Kami kembali memasak untuk menyiapkan sarapan pagi, setelah selesai sarapan itu bergegas merapihkan perlengkapan dan packing untuk kembali ke Ranupani. 11.00, briefing dan doa kami lakukan, sebelum turun pendakian. Mulailah berjalan perlahan meninggalkan surganya gunung semeru danau yang eksotis. Banyak suku tengger yang berjualan di pos, kami pun menghampiri dan membeli buah apel yang satunya seharga Rp. 15.000. “ ini yang jualan buah bisa naik haji” kata laki-laki yang memiliki akun path “Bahri Saepul” sambil tertawa.
            4 Agustus 2014, 14.00 akhirnya sampai di Ranupani, tanpa basa basi kami pun langsung masuk ke warung dan memesan makanan, duduk dan mereguk nikmat teh manis hangat. Selesai  makan dan bersih-bersih kami menghampiri kios yang menjual souvenir, mulai dari stiker,gelang,gantungan kunci dan kaos kami beli untuk oleh-oleh. Ada empat orang pendaki menghampiri,Bang mau gabung naik jeep ga?, biar ongkosnya agak ringan” kami pun bersedia dan mereka menunggu di area jeep Ranupani.
            Selesai membeli oleh-oleh, 16.00 kami menuju jeep area dan bertemu dengan ke empat pendaki tadi, dan ternyata ada pendaki lain yang ikut gabung sehingga menjadi 15 orang. kami berempat bersenda gurau di atas jeep dan saling berkenalan dengan pendaki lain, mereka berasal dari pekalongan dan baru pertama kali mendaki Mahameru.
            Sepanjang jalan terlihat pemandangan yang sangat indah bukit-bukit yang rimbun kebun sayuran yang terlihat segar, beberapa kali jeep berhenti menunggu jeep lain dari arah berbeda karena jalan yang sedikit sempit. Tepat pukul 21.00 sampailah di basecamp Perhutani pasar Tumpang. Kami bergegas membersihkan badan karena hampir 4 hari tidak mandi, sekalian menginap di basecamp menunggu esok pagi. Pukul 06.00 kami mandi dan sarapan , tak sadar sudah satu minggu kami melakukan perjalanan di Malang.

Ranu Kumbolo- Saat ingin turun ke Ranu Pani- Dari kiri Epul, Oding, Fitri, Ucil

Saat Meninggalkan Kota Malang
            Malang, 5 Agustus 2013, 09.00 kami naik angkot menuju terminal Malang. Lanjutkan naik patas menuju terminal Surabaya, dari terminal Surabaya naik bus menuju satasiun Pasar Turi  karena tiket yang kami dapat ke Jakarta dimulai dari Stasiun Pasar Turi. Sampailah kami tepat 14.00 langsung memasuki ruang tunggu peron 1. Pukul 15.00 pengecekan tiket dilakukan kami masuk stasiun dan mencari gerbong yang akan di tempati.
            Ketika masuk gerbong, kami dan beberapa penumpang sedikit kesal karena tempat penyimpanan tas sudah terisi penuh oleh koper-koper para tentara. Sungguh tidak adil dan merugikan sehingga tas kami pun terpaksa di simpan di bawah tempat duduk. Kereta mulai berangkat 16.00 dan akhirnya dengan kereta Gumarang kami kembali menuju kota impian.
Jakarta, 6 Agustus 2013, 02.00 kereta tiba di stasiun Jatinegara satu personil kami seorang perempuan bertumbuh langsing turun di St. Jatinegara, karena  tempat tinggalnya berbeda dengan kami bertiga. Kami bersalaman dan berkata,Sukses yah pendakiannya sambil tertawa lebar”. Kereta kembali melaju tepat 03.00 sampai di stasiun Pasar Senen, kami turun, dan beristirahat di pelataran sambil menunggu pagi untuk pulang ke rumah.  Pukul 07.00 kami bertiga naik patas menuju bogor, dan akhirnya pukul 10.00 kami semua tiba di rumah masing masing.

Sampailah di Puncak Para Dewa
Suasana di Puncak Mahameru
                                 

           
           
Fitri- Puncak Semeru
        
Sisi sebelah kiri Mahameru
Kali Mati- Mau turun ke Ranu Kumbolo

         
Oding- Runu Kumbolo- Tanjakan Cinta
Suasana Camp- Ranu Kumbolo
Oding, Epul, Fitri- Ranu Kumbolo




                                            
Epul- Ketua Perjalanan
Herdiasyah- Salam untuk Mamah Tercinta, 3676